Menjelang lebaran atau menyambut hari raya Idul Fitri pasti penukaran uang baru bukan fenomena hal aneh lagi. Banyak orang bahkan rela mengantri hanya demi mendapatkan uang “baru”. Namun dibalik maraknya aksi ini, sebenarnya bagaimana hukum tukar uang dalam Islam?
Apalagi kebanyakan yang melakukan aktivitas ini adalah saudara sesama Muslim bukan? Alasannya sangat sederhana, kabarnya untuk memberikan THR alias uang tunjangan hari raya kepada saudara dan kerabat. Namun, apakah memang fenomena ini sebenarnya boleh dalam agama Islam?
Agar tidak salah kaprah, mari kita simak terlebih dahulu bagaimana tinjauan agama dalam aksi tukar uang tersebut. Karena setiap tradisi apalagi tradisi hari lebaran tidak semuanya berdasarkan hukum Islam, ya kan?
Hukum Tukar Uang Dalam Islam
Sebenarnya, penukaran uang dalam Islam tidak ada larangan alias boleh-boleh saja. Namun, cara penukaran yang dianjurkan adalah menukar uang yang nominalnya tetap sama. Hal ini bisa kita lihat dalam salah satu riwayat hadits:
“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, syair (gandum kasar) ditukar dengan syair, kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam maka takarannya harus sama dan tunai, siapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan transaksi riba, baik yang mengambil maupun yang memberinya sama sama berada dalam dosa.” (H.R. Ahmad dan Muslim).
Misalnya, anda menukar uang 500 ribu untuk pecahan 20 ribu namun tetap sebanyak 500 ribu.
Yakni, pecahan 20 ribu yang seharusnya anda dapatkan tetap berjumlah 25 helai uang. Namun, sayangnya dalam jasa tukar uang baru menjelang lebaran banyak menggunakan pihak ketiga. Sebab, jasa tukar uang yang tanpa biaya alias nominal yang ditukarkan tetap sama hanya melalui bank saja.
Sedangkan, pihak bank biasanya akan membatasi penukaran uang setiap nasabah mereka. Belum lagi antrian dan kuota yang terbatas. Inilah mengapa banyak pihak ketiga yang ikut campur dan menawarkan jasa serupa. Masalahnya, jika menggunakan jasa pihak ketiga maka akan ada harga yang harus anda bayarkan.
Misalnya ingin mendapatkan pecahan 20 ribu rupiah sebanyak 25 lembar, maka yang anda bayarkan bisa saja lebih dari 500 ribu. Karena ada harga jasa yang harus anda bayarkan pada pihak ketiga ini. Dan apakah ini termasuk praktik riba?
Nah, karena nominal yang anda berikan dan anda dapatkan berbeda, maka penukaran uang ini terbagi menjadi 2 kategori hukum, yakni:
- Boleh karena menurut sebagian besar ulama yang menganut mazhab Syafi’i dan Hanafi menyatakan perbedaan tersebut termasuk ijarah (sewa). Asalkan transaksi ini anda lakukan secara kontan atau anda bayar tunai dan tidak berhutang atau cicilan.
- Tidak boleh menurut sebagian ulama mazhab Maliki dan Hambali karena perbedaan nominal.
Kesimpulan
Nah, jadi sebenarnya hukum tukar uang dalam Islam boleh atau tidak? Karena ada perbedaan pendapat maka sebaiknya anda ikuti yang lebih banyak diyakini oleh para ulama. Atau, jika ragu bisa tukarkan uang menggunakan layanan bank. Dan alternatif lain menggunakan uang yang tersedia dirumah saja. Lebaran tidak melulu semuanya harus baru, ya kan?
Tags:
You May Also Like
Leave Your Comment:
Leave Your Comment:
Anda harus masuk untuk berkomentar.
Comments (2)
Menguak Kasus Arwah Gentayangan, Benarkah Ada? - Ngalam Life,
06 Juni, 2024[…] agama Islam, kita memang mengimani yang namanya dunia tak kasat mata. Bahkan dalam Al Qur’an sekalipun memang […]
Bagaimana Hukum Pajak Dalam Islam? - Ngalam Life,
12 Desember, 2024[…] Dengan adanya topik ini, banyak orang yang menyatakan jika pajak tidak sebenarnya boleh dalam agama Islam. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum pajak dalam Islam? Agar tidak salah tafsiran, mari simak […]