Hal yang Harus Diperhatikan Saat Membuat Eco Enzim Biar Nggak Gagal
Bagikan ke Teman

Eh kamu! Udah semangat nih mau bikin eco enzim sendiri di rumah? Wah, keren banget! Tapi sebelum mulai ngumpulin botol bekas dan kulit buah, ada baiknya kamu tahu dulu nih apa aja hal yang harus diperhatikan saat pembuatan eco enzim. Soalnya, walaupun kelihatannya simpel yang cuma butuh kulit buah, air, dan gula, tapi kenyataannya nggak semudah itu juga, lho.

Kalau kamu nggak teliti, bisa bisa eco enzim yang kamu buat malah gagal fermentasi, jadi bau busuk, atau bahkan meledak! Nah, daripada kamu kecewa di tengah jalan, yuk pelajari dulu apa aja yang wajib diperhatikan supaya eco enzim kamu berhasil, wangi, dan bermanfaat maksimal! Simak artikel “Hal yang Harus Diperhatikan Saat Membuat Eco Enzim Biar Nggak Gagal” Ini hingga selesai ya!

  1. Gunakan Bahan Organik yang Masih Segar dan Tidak Busuk

Ini penting banget, lho!
Bahan utama eco enzim adalah limbah organik dari dapur yang biasanya berupa kulit buah atau sayuran. Tapi bukan berarti kamu bisa pakai semua jenis sampah, ya. Hindari bahan yang udah busuk, berlendir, atau berjamur. Soalnya, bahan seperti itu bisa ganggu proses fermentasi dan malah menghasilkan bakteri yang nggak di inginkan.
Pilih kulit buah yang masih segar, bersih, dan belum terlalu lama di simpan. Kulit jeruk, nanas, pepaya, semangka, atau apel jadi pilihan yang bagus karena mengandung banyak enzim alami.

  1. Perbandingan Bahan Harus Tepat

Kalau kamu asal campur tanpa ukur, bisa kacau fermentasinya.
Nah, rumus paling umum dalam pembuatan eco enzim adalah:

1 bagian gula : 3 bagian limbah organik : 10 bagian air

Contohnya gini:
Kalau kamu pakai 100 gram gula, maka kamu butuh 300 gram kulit buah dan 1 liter air.

Jangan kurangin gulanya karena fungsinya buat ‘makanannya’ mikroorganisme. Dan jangan kelebihan limbahnya karena bisa bikin fermentasi jadi terlalu padat dan berbau.

  1. Jenis Gula yang Digunakan

Gula yang paling umum di pakai adalah gula merah atau gula aren. Tapi kamu juga bisa pakai gula pasir, gula molase (tetes tebu), atau bahkan brown sugar.

Kenapa nggak pakai pemanis buatan?
Soalnya pemanis buatan nggak bisa jadi sumber energi bagi mikroba baik yang bertugas dalam fermentasi. Jadi, pastikan gulanya alami ya, biar fermentasinya berjalan lancar dan maksimal.

  1. Air Bersih, Bukan Air PAM Berkaporit

Ini kadang suka di sepelein, padahal efeknya besar banget!
Kalau kamu pakai air ledeng yang mengandung kaporit, fermentasi bisa gagal karena klorin dalam air bisa membunuh bakteri baik.

Solusinya?
Gunakan air sumur, air galon, atau air ledeng yang sudah didiamkan minimal 24 jam di tempat terbuka supaya kaporitnya menguap.

  1. Wadah Fermentasi Harus dari Plastik Tebal dan Tidak Tertutup Rapat

Kamu tahu nggak kalau selama proses fermentasi, eco enzim menghasilkan gas? Nah, gas ini bisa bikin tekanan dalam botol jadi tinggi banget, apalagi kalau wadahnya tertutup rapat. Bisa bisa meledak!

Jadi, gunakan wadah plastik bekas (seperti botol air mineral 1,5 liter) dan pastikan tutupnya tidak di kencangkan terlalu rapat.
Kamu juga perlu buka tutupnya setiap hari (minimal 1 kali) untuk “bersendawa”, istilahnya melepas gas biar nggak meledak.

  1. Jangan Gunakan Botol Kaca

Ini penting banget nih, jangan asal gaya pakai botol kaca estetik!
Botol kaca nggak tahan tekanan gas. Kalau meledak, pecahannya bisa berbahaya banget, lho. Makanya selalu pilih wadah plastik yang fleksibel dan kuat.

Kalau pengen tampilannya bagus, tunggu sampai eco enzim selesai fermentasi dan disaring. Baru deh kamu boleh pindahkan ke botol kaca untuk di simpan.

  1. Letakkan di Tempat Sejuk, Gelap, dan Tidak Terpapar Matahari Langsung

Fermentasi eco enzim paling baik terjadi di tempat yang tidak terlalu panas, lembab, dan terlindung dari cahaya matahari. Jadi jangan simpan di dekat kompor, di mobil, atau teras rumah, ya.

Suhu ruangan idealnya antara 20 sampai 30 derajat Celcius.
Kalau terlalu dingin, fermentasinya lambat. Kalau terlalu panas, bisa cepat rusak.

  1. Waktu Fermentasi Harus Sabar

Proses fermentasi minimal butuh 3 bulan. Ya, kamu nggak salah baca yaitu TIGA BULAN.
Dan selama itu, kamu harus rutin ngecek botol, buka tutupnya setiap hari selama 1 bulan pertama, terus simpan dengan sabar.

Kalau kamu buru buru buka dan pakai sebelum waktunya, hasilnya bisa kurang maksimal, bahkan nggak efektif sama sekali.

Tapi tenang, kamu bisa tetap produksi rutin. Misalnya minggu ini mulai batch pertama, minggu depan mulai batch kedua. Jadi nanti tiap bulan kamu punya stok baru!

  1. Jangan Campur Bahan Protein atau Minyak

Ini juga sering bikin eco enzim jadi gagal dan bau menyengat.
Hindari memasukkan bahan bahan seperti sisa daging, ikan, susu, minyak goreng, atau produk susu ke dalam campuran. Itu bukan limbah organik yang cocok untuk eco enzim, malah bisa menimbulkan bakteri patogen yang berbahaya.

Fokuslah pada limbah nabati seperti kulit buah, sayuran, daun daunan.

  1. Hati Hati dengan Serangga dan Jamur

Kadang, saat fermentasi berjalan, kamu bakal lihat muncul jamur putih di permukaan. Tenang, itu normal dan nggak bahaya.

Tapi kalau warnanya hitam, hijau tua, atau merah, nah itu baru tanda fermentasi kamu salah.
Biasanya karena bahan terlalu basah, nggak seimbang, atau wadah terlalu tertutup rapat dan jadi terlalu lembab.

Untuk cegah hal ini, pastikan bahan kamu di potong kecil, airnya pas, dan selalu cek tiap minggu ya.

  1. Labeli Botol Supaya Nggak Tertukar

Tips praktis tapi sering dilupakan: kasih label pada botol berisi eco enzim.
Tulis tanggal pembuatan, jenis limbah yang di gunakan, dan tanggal perkiraan siap pakai.

Soalnya kalau kamu bikin lebih dari satu botol, suka bingung nanti mana yang udah matang dan mana yang masih fermentasi.

  1. Saring dengan Bersih Setelah 3 Bulan

Setelah tiga bulan, cairan harus dipisahkan dari ampasnya. Gunakan saringan halus atau kain bersih.
Ampasnya masih bisa kamu manfaatkan, lho! Misalnya buat kompos, campuran tanah, atau bahkan pembersih toilet (asal nggak terlalu padat).

Cairan yang sudah disaring itulah eco enzim siap pakai. Simpan dalam botol bersih, bisa tahan sampai 6 bulan bahkan lebih kalau disimpan dengan baik.

  1. Hindari Penggunaan Alat atau Wadah yang Berminyak

Minyak dan lemak bisa ganggu proses fermentasi.
Pastikan semua alat baik botol, ember, sendok, maupun saringan yang bersih dan bebas dari sisa minyak. Kalau perlu, cuci pakai air panas dulu sebelum mulai.

  1. Bersabar dan Konsisten

Membuat eco enzim itu memang butuh kesabaran. Tapi ini juga bagian dari pembelajaran hidup, lho.

Kamu dilatih buat telaten, tekun, dan peduli pada detail.
Dan hasilnya? Bukan cuma cairan ajaib yang bisa bantu bersihin rumah tanpa kimia, tapi juga kebiasaan hidup lebih sadar dan ramah lingkungan.

  1. Libatkan Keluarga atau Komunitas

Ini bukan aturan wajib, sih, tapi bisa banget jadi motivasi. Ajak pasangan, anak, atau tetanggamu untuk ikutan bikin eco enzim bareng. Kegiatan ini bisa jadi momen belajar bareng, bahkan bisa di kembangkan jadi gerakan komunitas.

Siapa tahu, dari rumahmu, gerakan peduli lingkungan ini bisa menyebar ke satu RT atau bahkan satu kota!

Nah, kamu udah tahu kan sekarang hal yang harus di perhatikan saat pembuatan eco enzim?
Mulai dari bahan yang di gunakan, takaran, cara menyimpan, sampai kebersihan alat dan wadah semuanya penting banget buat hasil akhir yang maksimal.

Ayo mulai kumpulkan bahan bahannya dari sekarang. Setiap kulit buah yang tadinya kamu buang bisa jadi “emas cair” buat rumah dan lingkungan sekitarmu.

Karena perubahan nggak butuh biaya mahal.
Cukup mulai dari kebiasaan kecil, dengan semangat besar untuk merawat bumi kita yang satu ini.

Kalau kamu butuh panduan visual atau mau ajak orang lain buat belajar bareng, tinggal bilang aja ya. Aku bisa bantu bikin versi PDF, infografik, atau template pelatihan eco enzim juga. Semoga artikel “Apa Itu Eco Enzim? Ini Manfaat dan Cara Kerjanya yang Perlu Kamu Tahu”

PREVIOUS POST
You May Also Like

Leave Your Comment: