Rasa malu sebagian dari iman
Bagikan ke Teman

Menjamurnya konten kreator bahkan sampai ke ranah Facebook, dimana banyak orang tua yang menggunakan media sosial satu ini. Yang paling menonjol saat ini adalah fitur Facebook Pro, wadah konten kreator tanpa batasan usia. Sayangnya, banyak yang membuat konten aneh, bahkan mempertanyakan apakah benar rasa malu sebagian dari iman? Kenapa muncul pertanyaan ini dan mengapa mimin tertarik membahasnya? Karena memang menjamurnya konten kreator dadakan mereka kadang memasukkan tontonan yang sudah tidak layak bahkan boleh kita anggap rasa malunya mulai hilang.

Paling miris ketika orang yang kita kenal sesama kreator pemula saling berkomentar jika ingin sukses maka jangan malu-malu. Lakukan saja dan tampilkan saja apa yang ingin mereka pertontonkan agar banyak peminat, yang penting “cuan”. Padahal algoritma Facebook Pro tidak sesederhana itu, bukan? Walaupun dapat, hanya nol koma nol dolar, hmm.. apakah layak kita tukarkan dengan rasa malu? Apalagi bagi para kaum muslimin dan muslimat, agar tidak salah paham, mari kita bahas apakah ada kaitan rasa ini dengan keimanan.

Benarkah Rasa Malu Bagian Dari Keimanan?

Penting bagi kita mengetahui dasar tentang rasa malu bagian dari keimanan ini. Apakah kita memang harus menjaga rasa ini? Malu adalah rasa segan atau sungkan dalam melakukan sesuatu. Masalahnya, di era modern, saat orang berlomba-lomba mencari cuan lewat online, pasti banyak yang mempertanyakan apakah tetap malu itu penting? Sebab jika kita selalu malu maka akan ragu dan tidak memiliki kreativitas, bukan?

Sayangnya, ungkapan malu yang merupakan bagian dari keimanan kita ini adalah benar adanya. Rasa ini akan menjaga kita agar tidak bertindak lebih jauh. Apalagi melakukan hal yang terlarang atau hal yang Allah benci. Rasa ini akan membatasi kita pada diri sendiri, Allah dan masyarakat sekitar. Sekiranya rasa ini tetap ada pada setiap manusia, maka niscaya akan tetap hidup berteraturan, damai dan tentram. Lantas, bagaimana dengan para konten kreator?

Sebenarnya dengan memelihara malu sekalipun kita tetap bisa menjadi seorang konten kreator yang Insya Allah menghasilkan cuan. Hanya saja tidak semua hal bisa kita jadikan konten. Seperti aib, larangan dalam agama, menyerupai lawan jenis, konten tidak senonoh hingga tetap berada dalam syariat agama. Bukankah kita bisa membuat konten bermanfaat seperti pembelajaran? Masak memasak misalnya, atau belajar menjahit, belajar crafting. Ada banyak konten bermanfaat dan bahkan mendatangkan amal jariyah bagi kita jika kita tetap mengingat rasa malu dan berpatokan pada agama.

Apakah Ada Hadist atau Surat Al Qur’an Yang Menjadi Patokan?

Menarik, bukan? Tanpa ada patokan yang jelas, maka bisa saja mimin hanya memberitahu berdasarkan kabar burung saja. Namun, setelah mencari beberapa sumber, ada loh patokan tentang rasa malu ini. Beberapa patokan tersebut adalah:

Sabda Rasulullah SAW :

اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـر.

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [Muttafaq ‘alaihi].

Bahkan juga terpampang nyata pada surat Al-A’raf ayat 179 yang berbunyi:

وَلَـقَدۡ ذَرَاۡنَا لِجَـهَنَّمَ كَثِيۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَالۡاِنۡسِ​ ​ۖ  لَهُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا يَفۡقَهُوۡنَ بِهَا  وَلَهُمۡ اَعۡيُنٌ لَّا يُبۡصِرُوۡنَ بِهَا  وَلَهُمۡ اٰذَانٌ لَّا يَسۡمَعُوۡنَ بِهَا ؕ اُولٰۤٮِٕكَ كَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ هُمۡ اَضَلُّ​ ؕ اُولٰۤٮِٕكَ هُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ‏ [١٧٩]

Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.

Rasulullah SAW. bersabda:

 الحياء من اليمان رواه مسام

“Malu sebagian dari Iman”. ( HR. Muslim).

االيمان بضع و سبعون, او بضع و ستون شعبة, فافضلها : ال اله اال الله, و ادناها اماطة االذى عن الطريق, و الحياء 

 شعبة من االيمان  متفق عليه

“Iman itu terbagi tujuh puluh ataupun enam puluh cabang, yang paling tinggi 

tingkatannya adalah kalimat: ” Lâ ilâha illa Allah ” sedangkan yang paling rendah tingkatannya adalah menyingkirkan duri di jalan, dan Malu itu termasuk salah satu cabang iman”. (HR. Muttafaqun alaih).

 الحياء ال ياتي اال الخير ) رواه البخار

“Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali hanya kebaikan semata”. (HR. Bukhari).

Jadi, masih ingin membuat konten asal-asalan dengan mengesampingkan rasa malu demi secuil dolar? Allahu Yahdik..

PREVIOUS POST
You May Also Like

Leave Your Comment: