Desember 4, 2024
Home » Kekerasan di Pesantren Semakin Marak, Apa Penyebabnya?
20240229_091738_0000

Kasus kekerasan di Pesantren semakin marak belakangan ini. Mirisnya beberapa korban santri dan santriwati tersebut sampai meninggal dunia. Kenapa hal ini bisa terjadi? Bukankah Pesantren salah satu tempat “teraman” yang biasa dipilih oleh para orangtua? 

Mengulik fenomena yang makin viral belakangan ini, ternyata ada beberapa faktor yang mendorong hal tersebut terjadi. Dan tidak lain tidak bukan, salah satu faktor tidak langsung adalah keputusan sepihak orang tua. Bagaimana penjelasannya? Mari simak ulasan berikut agar tidak ada korban lainnya yang kembali terulang.

Kekerasan Di Pesantren Akibat Tinggal Bersama

Biasanya, para santri akan berada di satu ruangan yang sama dengan santri lainnya. Beberapa Pesantren bahkan memisahkan santri dan santriwati dengan gedung terpisah. Nah, selama pendidikan para oknum dan korban akan berada di satu tempat yang sama. 

Karena ruangan yang mereka tinggali sama dan terbatas, maka pembulian akan lebih mudah terjadi. Intensitas juga akan semakin sering. Apalagi selama tidak ada pengawasan dari para kiai.

Oknum Yang Terpaksa Masuk Pesantren

Beberapa anak yang tergolong dalam oknum pembulian ini adalah orang-orang yang cenderung berperilaku nakal. Namun sayangnya orang tua mereka merasa jika memasukkan anaknya ke Pesantren maka masalah akan segera selesai. Karena akan ada didikan keras dari para kiai dan pendidikan agama akan mengubah karakter mereka.

Padahal, tidak semua anak bisa berubah. Memasukkan mereka pada lingkungan yang asing secara sepihak bisa membuat mereka semakin dongkol. Apalagi jika bertemu anak-anak lainya yang bernasib serupa. Maka, pembulian bisa terjadi akibat anak-anak yang membentuk geng bully.

Kekerasan Di Pesantren Akibat Pendidikan Semi-Militer

Bukan hal aneh lagi jika kebanyakan Pesantren apalagi yang masih konvensional dan memegang budaya lawas menggunakan pendidikan keras. Keras disini memang menggunakan latihan fisik dan kekerasan dalam belajar adalah hal yang wajar. Seperti akan mendapatkan hukuman fisik jika melewatkan pembelajaran atau aturan yang berlaku. 

Sehingga, banyak santri atau santriwati yang merasa kekerasan fisik adalah hal “wajar”. Padahal, tidak semua kekerasan adalah hal wajar. Apalagi jika kita lakukan diluar dari metode pembelajaran atau bukan untuk disiplin belajar.

Akses Dunia Luar Yang Minim

Juga bukan hal aneh lagi jika setiap Pesantren pasti akan membatasi akses santri dan santriwati terhadap dunia luar. Sebenarnya cara ini tergolong baik agar para murid bisa fokus belajar dan mendalami Agama tanpa ada gangguan dari pihak luar. Jadi jangan heran jika beberapa Pesantren masih menggunakan sistem tidak boleh membawa handphone.

Bahkan, keluarga yang datang ingin menjenguk juga sudah ada jadwal dan terbatas. Tidak bisa terlalu sering mengunjungi para santri dan santriwati. Sehingga mereka juga sulit berkeluh kesah. Minimnya akses ke dunia luar ini juga yang membuat para oknum pembulian semakin mudah beraksi.

Bayangkan korban yang sulit meminta tolong dan berkeluh kesah. Apalagi biasanya para korban adalah anak-anak yang tidak berani melawan. Sehingga kejadian kekerasan dan pembulian bisa berlangsung lama hingga menyebabkan masalah serius atau bahkan bisa merenggut nyawa seseorang. Sangat disayangkan, bukan?

Lantas, apakah ada cara terbaik untuk mengurangi atau memberantas masalah pembulian atau kekerasan di Pesantren? Sebenarnya ada jika orang tua, para pengajar bisa bekerjasama dengan lebih baik. Terutama seperti kasus yang beberapa waktu ini viral. Ketika si korban meminta untuk dijemput oleh orang tua.

Tidak ada salahnya langsung bertindak walaupun mungkin terdengar aneh dan manja. Karena kita tidak tahu apa yang korban alami. Begitu juga dengan keinginan anak yang sebaiknya didengarkan oleh orang tua.

Tinggalkan Balasan