Juli 24, 2024
Home » Hukum Hukum Rujuk Setelah Bercerai, Rukun dan Ketentuannya!

Artikel ini akan menjabarkan hukum hukum rujuk setelah adanya perceraian, rukun rukun rujuk dan ketentuan yang harus dilakukan untuk mensahkan rujuk.
Sahabat mesti tahu bahwa hukum asal dari rujuk adalah mubah, namun terdapat kondisi yang merubah hukum asalnya ke hukum yang lain.

Inilah penjelasan lengkap mengenai hukum hukum rujuk yang perlu sahabat ketahui, informasi lengkapnya adalah sebagai berikut :

1. Wajib


Hukum rujuk ini akan menjadi wajib Jika suami mentalak istrinya dalam keadaan haid, maka disini suami wajib merujuknya. Ini merupakan pendapat Hanafiah dan Malikiah berdasarkan hadis dari Abdullah bin Umar Ra bahwa ia menceraikan istrinya yang sedang haid. Lalu umar (ayahnya) menceritakannya pada Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda, “Hendaknya ia merujuknya, kemudian mempertahankannya sampai ia suci, kemudian haid lalu suci lagi. Jika ia masih ingin menggaulinya, maka hendaknua menceraikan dalam keadaan suci sebelum ia menggaulinya. Demikianlah masa idah yang diperintahkan Allah SWT. ” HR. Bukhari 4850)
Berbeda dengan Hanafiah dan Malikiah, Syafiiah dan Hanabilah berpendapat bahwa hukum rujuk dalam kondisi demikian adalah sunnah. Namun ketika suami yang berpoligami mentalak salah satu istrinya sebelum ia memenuhi hak hak istri, maka syafiiah berpendapat bahwa suami tersebut wajib merujuknya.

2. Sunnah


Hukum rujuk ini akan menjadi sunnah lo sahabat! Hal ini terjadi ketika suami dan istri sama sama menyesali perceraian mereka, maka keduanya disunnahkan untuk rujuk. Hal ini terlebih jika keduanya memiliki anak yang membutuhkan kasih sayang dan bimbingan orang tua, maka rujuk menjadi sunnah demi kemaslahatan anak.

3. Haram


Ada beberapa hal yang akan mengharamkan rujuk dan ini akan meliputi hal hal yang di larang oleh Allah SWT. Jadi sahabat harus berhati hati ya!
Islam mengharamkan rujuk jika ditujukan guna mencelakai seorang istri. Selain berniat melukai, juga diharamkan pula jika dengan rujuk dipastikan akan berdampak tidak mampu menunaikan qasm (hak gilir), tidak mampu menafkahi atau memperlakukan istri dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf).
Maka jika tidak sanggup berlaku baik, maka rujuk ini tidak diperbolehkan ya sahabat!

4. Makruh


Sahabat perlu tahu, bahwa hukum rujuk ini akan menjadi makruh andaikan dengan terjadinya rujuk, suami menduga tidak akan bisa menunaikan kewajiban yang diembannya. Hal ini berkaitan dengan kewajiban yang luas dan meliputi banyak hal. Harena dalam hubungan suami istri hendaknya suami dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana mestinya dilakukan oleh seorang suami.
Jika kewajiban suami tidak terpenuhi nantinya dalam hubungan rumah tangga tidak akan berjalan dengan harmonis dan tidak akan menimbulkan kebaikan malah sebaliknya yakni menimbulkan kemudharatan.

Rujun Rukun Rujuk dan Ketentuannya


Nah sahabat perlu mengetahui dalam hal rujuk, ada beberapa rukun beserta ketentuannya agar rujuk menjadi sah dan berhasil. Hal ini meliputi beberapa aspek, antara lain:

1. Murtaji’ (suami yang merujuk)


Syaratnya adalah memiliki kecakapan untuk menikah, yaitu suami tersebut berakal, balig, tidak bisa dipaksa dan muslim. Mengingat merujuk itu sama persis bagaimana ketika melangsungkan akad nikah. Oleh karena itu, tidak sah rujuknya orang yang murtad, anak anak, dan orang gila sebagaimana tidak sahnya pernikahan mereka secara mandiri. Tidak sah juga rujuk yang dilakukan oleh orang yang dipaksa melakukannya. Begitu juga orang yang ihram tidak sah melakukan akad rujuk.
Jika seseorang mabuk dan ceroboh mengucapkan rujuk, maka akad rujuk nya menjadi sah. Sah pula rujuk nya seorang suami yang berstatus budak atau safih (idiot), meskipun tanpa seizin walinya. Sedangkan apabila seorang suami gila setelah mentalak istrinya, maka rujuk bisa menjadi hak wali, menurut kaul sahih.

2. Shigat (akad)


Sahabat, Akad ini bisa beberapa bentuk. Shigat rujuk bisa berbentuk sharih atau kinayah dengan perincian sebagaimana berikut:
A. Sharih
Lafal sharih sebagaimana lafal raajatuki (aku merujukmu), radadtuki (aku mengembalikanmu dalam pernikahan) amsaktuki (aku menjagamu), mengingat lafal demikian masyhur digunakan untuk rujuk dan disebut dalam Al Quran hadits. Shighat rujuk juga sah diucapkan dengan kalimat yang menggunakan bahasa selain arab.
B. Kinayah
Lafal kinayah adalah sebagaimana lafal “aku kawini dirimu” Atau “aku nikahi engkau”. Alasan lafal demikian disebut kinayah, mengingat lafal tersebut diperuntukkan dalam akad nikah, sehingga berlaku kinayah dalam rujuk.
Syarat shighat rujuk mirip dengan shighat nikah, yakni harus berbentuk tanjiz (tidak boleh digantungkan) dan tidak boleh ta’qit (dilimitasi waktu). Oleh karena itu tidak sah rujuk dengan ucapan” Aku rujuk engkau jika masuk rumah” Atau “aku rujuk engkau selama sebulan”.
Dalam rujuk disunnahkan adanya persaksian tatkala melafalkannya guna menghindari khilafiah ulama. Saksi rujuk tidak wajib sebab rujuk merupakan upaya melanggengkan pernikahan yang lalu (bukan memulai) sehingga tidak wajib pula adanya wali. Hanya saja kehadiran wali dan ridanya hukum sunnah.

3. Istri yang dirujuk


Sahabat, Berikut ini adalah ketentuan istri yang dirujuk:
1. Istri sudah pernah dijimak meskipun dari jalan belakang, dan dalam kaul muktamad disebutkan yang semisal dengan jimak yaitu memasukkan air mani suaminya. Hal ini dikarenakan istri yang belum pernah dijimak tidak berlaku idah ketika dia ditalak suaminya, sedangkan syarat rujuk adalah adanya idah. Menurut kaul muktamad, dalam rujuk tidak disyaratkan adanya wujud nyata dari talaknya, sehingga jika suami ragu ragu (apakah istrinya dia talak atau tidak) kemudian dia merujuknya, dan ternyata dia menjatuhkan talak maka rujuknya dihukumi sah.
2. Istri dicerai talak, bukan cerai fasakh karena yang disyaratkan rujuk dalam Al Qur’an hanyalah talak, sementara fasakh terjadi untuk menolak sebuah madlarat, maka tidak pantas jika diperbolehkan rujuk dalam cerai fasakh, mengingat hal itu justru kembali memunculkan madlarat.
3. Tidak ada kompensasi ketika cerai. Artinya jika cerainya dengan khuluk dimana suami menerima kompensasi, maka tidak berlaku rujuk.
4. Talak yang dilakukan belum memenuhi jumlah maksimal talak (belum talak yang ketiga).
Sahabat perlu tahu, jika sudah melakukan talak sebanyak tiga kali, maka istrinya tidak halal lagi (tidak bisa dirujuk dan tidak bisa dinikahi) kecuali dengan adanya muhalil.
5. Istri masih menjalani masa idah.
Oleh karena itu, jika istri masih menjalani masa idah maka boleh dirujuk, sebaliknya tidak sah  melakukan rujuk jika masa idah istri sudah berakhir.

6. Statusnya adalah istri yang dapat dirujuk.
Sahabat perlu ketahui bahwa hal ini bukanlah merupakan istri yang masuk islam ketika ditalak dan kemudian dirujuk ketika dia kafir. Bukan pula istri yang murtad yang masuk islam setelah dia rujuk. Hal ini dikarenakan bahwa sebuah rujuk bertujuan untuk menghalalkan dan kemurtadan akan menghilangkan kehalalan tersebut. Selain itu, merujuk istri yang sedang ihram hukumnya adalah sah.

Nah, itulah hukum hukum, rukun rukun rujuk dan ketentuannya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi sahabat sekalian untuk menambah wawasan mengenai rujuk.

Tinggalkan Balasan