Juli 25, 2024
Home » Ipar Adalah Maut? Pahami Maksudnya Disini!

Begitu sering kita menjumpai adanya anjuran dari orangtua untuk tinggal serumah dengan saudara ipar. Bahkan ipar sepupu sekalipun. Hal yang paling sering menjadi alasan adalah kata “saudara”. Lantas apa maksud dari ipar adalah maut ini? Karena jika kita menikahi entah itu abang atau adik mereka maka otomatis keluarga suami dan keluarga istri adalah ipar kita. Dan juga, jika kita menikah, bukankah kita juga harus menerima keluarganya?

Memang benar, kita tidak boleh menjauhi saudara ipar. Karena hakikatnya menikah menyatukan dua keluarga besar. Saudara kandung atau saudara sepupu istri atau suami kita adalah saudara kita juga. Bahkan Islam juga tidak menganjurkan memutuskan hubungan silaturahmi dengan siapapun. Namun,kita juga harus ingat, ada sebuah kiasan yang menarik tentang ipar. Kiasan ini disampaikan oleh Rasulullah sendiri. Beliau mengatakan jika ipar adalah maut, bagaimana bisa?

Jika kita biasanya menyepelekan hal berbau tentang ipar. Yuk mari sama-sama belajar lagi tentang kedudukan dan hakikat saudara ipar dalam agama Islam. Karena ternyata ipar ini menjadi salah satu yang terlupakan namun sangat penting untuk kita ketahui. Pastinya kita tidak ingin kelak menjadi hamba yang lupa akan perintah Nya, kan? Untuk itu, kali ini kita akan mengkaji lagi seluk beluk ipar dan hukum Islam.

Penjelasan Tentang Ungkapan Ipar Adalah Maut Dalam Islam

Dalam Islam, ada banyak peraturan Allah SWT yang berlaku bukan untuk mempersulit kita. Namun, untuk memudahkan kehidupan kita loh. Lantas, apa yang dimaksud dengan Ipar adalah maut ini? Ternyata hal ini pernah dihikayatkan dalam sebuah hadits. Dimana sahabat Rasulullah bertanya akan ipar.

Kala itu, Rasulullah sedang memberi nasihat tentang bahaya mendatangi wanita yang bukan muhrim. Lantas, salah satu sahabat bertanya akan ipar. Karena kita sendiri tahu, jika banyak orang menganggap mendatangi bahkan satu rumah dengan ipar adalah hal sepele. Ternyata jawaban beliau sungguh mengejutkan.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)

Dari sini, kita pasti bertanya-tanya apakah hadits ini melarang kita untuk berinteraksi dengan saudara ipar? Ternyata tidak, bukan dilarang namun harus berhati-hati. Karena, ipar bukanlah mahram kita. Sebagian ulama mengatakan jika saudara ipar adalah mahram sementara. Kita tidak bisa menikahinya namun, tetap saja dalam agama statusnya sama dengan lelaki atau wanita lain (bukan ipar).

Kesimpulan

Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bukan? Sebenarnya kita hanya memiliki hubungan saudara karena kita menikah dengan suami atau istri namun tidak dengan saudaranya. Hal ini juga bisa dijelaskan dari hadist berikut:

اَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad 1: 18).

Bayangkan, jika kita menemui laki-laki atau perempuan lain (bukan ipar) pasti orang sekitar akan waspada bukan? Kewaspadaan ini adalah hal yang baik karena peluang Zina ada sangat banyak diantara kita. Paling minim adalah zina mata, bukan?

Sedangkan dengan ipar, pasti orang-orang akan menganggap sepele. Pasti banyak yang abai, karena mereka merasa wajar, toh itu adalah iparnya. Belum lagi kalau serumah. Kita sebagai istri yang serumah dengan ipar laki-laki harus selalu menggunakan hijab menutupi dada, baju panjang hingga kaus kaki. Karena semua tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan.

Walaupun ingin mandi, ingin cuci piring, ingin masak ingin segala macam yang mengharuskan kita bertemu dengan ipar tersebut. Karena apa? Karena statusnya bukan muhrim. Jadi, minta diantar menggunakan sepeda motor, berboncengan dan bersentuhan juga sebenarnya tidak boleh. 

Bahkan, anjuran Rasulullah tentang pernikahan adalah suami menyediakan tempat tinggal bagi istri. Dan, tempat tinggal tersebut sebaiknya terpisah dari orang tua, termasuk ipar. Seperti potret kehidupan Fatimah Az-Zahra salah satu anak kesayangan Rasulullah yang rela ikut sebagai suaminya Ali bin Abi Thalib walaupun rumah mereka jauh dari kata “mewah”.

Tinggalkan Balasan