Desember 4, 2024
Home » Alasan Kenapa Adab Lebih Tinggi Dibandingkan Ilmu
IMG-20231101-WA0005

Tentu kita sering mendengar istilah ini dalam kehidupan sehari hari. “Adab Lebih Tinggi Di bandingkan Ilmu” Namun apa sih sebenarnya di balik pernyataan tersebut?

Dalam artikel kali ini akan di bahas secara lengkap mengenai Alasan Kenapa Adab Lebih Tinggi Di bandingkan Ilmu. Simak artikel ini hingga habis ya!

Apa sih sebenarnya Adab itu?
Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan:
‎وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
“Al adab artinya menerapkan segala yang di puji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak akhlak yang mulia” (Fathul Bari, 10 / 400).

Jadi bisa di artikan arti adab secara keseluruhan yakni segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti atau akhlak.

Adab Manusia

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Adab seseorang, Sering kita mendengar bahwa salah satu ciri ciri perbedaan manusia dengan hewan ialah akal atau ilmu. Pernyataan tersebut memang tidak salah. Namun perlu di perhatikan bahwasannya di atas ilmu ada yang lebih penting yaitu adab. Karena ilmu setinggi apapun kalau tidak mempunyai adab akan berbahaya.
Ada Pepatah arab yang mengatakan :
الأدب فوق العلم
Artinya : “Adab itu lebih tinggi dari pada ilmu”

Kenapa sampai para ulama agama pun mendahulukan untuk mempelajari adab? 
Ternyata ada alasannya lho, adab yang baik akan mempermudah ilmu yang akan masuk dalam diri seseorang.
Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
بالأدب تفهم العلم

“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Selain itu, kepintaran tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab (etika). Ilmu menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak di hiasi akhlak yang baik.
Begitu pentingnya adab hingga para ulama sangat memperhatikannya. Sebab, kepintaran pun tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab. Ilmu bisa menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak di dampingi dengan adab.
Banyak sekali orang yang memiliki keilmuan yang luas, tetapi dengan keilmuannya yang luas itu terkadang merasa yang paling benar dan yang paling pintar di antara yang lain sehingga merendahkan orang lain bahkan gurunya sendiri.  Padahal kunci mendapatkan ilmu yang barokah salah satunya ialah menghormati seorang guru. Ilmu akan menjadi berbahaya dan tidak barokah apabila tidak di hiasi dengan adab.
Kalau hanya mengandalkan ilmu tanpa di barengi adab, iblis lebih bisa. Sebab iblis di berikan keistimewaan oleh Allah lebih pintar dari pada manusia. Nah, ini termasuk Alasan Kenapa Adab Lebih Tinggi Di bandingkan Ilmu lho!

Abu Zakariyya Rahimahullah mengatakan :

علم بلا أدب كنار بلا حطب، وأدب بلا علم كروح بلا جسد

Artinya : “Ilmu tanpa adab, seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”

Adab Lebih Sulit di pelajari di bandingkan Ilmu

Mempelajari adab dan etika membutuhkan proses waktu yang lama. Faktor terpenting yang mempengaruhi baik burukya perilaku yaitu lingkungan sekitar, baik keluarga ataupun masyarakat. Banyak ulama dalam memepelajari adab itu lebih lama ketimbang mempelajari ilmu. Memiliki sedikit adab justru lebih penting dari pada mempunyai banyak illmu. Mengapa demikian, sebab orang yang berilmu tinggi belum tentu beradab. Tetapi orang yang beradab sudah pasti berilmu, karena mampu menempatkan ilmu tersebut sesuai dengan semestinya.

Adab juga akan membawa seseorang untuk menjalani kehidupan sosial secara lancar. Karena apapun bentuk hubungan dan komunikasi yang tidak di sertai adab yang baik akan mudah rusak.

Sebebarnya hal ini sejalan dengan pernyataan “jika engkau ingin di hormati dalam dalam hidupnya, maka belajarlah untuk menghormati orang lain.”

Abdullah bin Mubarok mengatakan :

نحن إلى قليل من الأدب أحوج منا إلى كثير من العلم

Artinya : “Kita lebih membutuhkan adab meskipun sedikit di banding ilmu meskipun banyak” Dari pernyataan Abdullah bin Mubarok di atas, kita bisa simpulkan bahwasannya memiliki sedikit adab justru lebih penting daripada mempunyai banyak ilmu. Mengapa demikian, sebab orang yang berilmu tinggi belum tentu beradab. Tetapi orang yang beradab pasti mempunyai ilmu. Dan tingkatan adab lebih tinggi daripada ilmu.

Dalam fiqih Islam terdapat 4 mazhab yang sangat masyhur di anut kalangan umat muslim di seluruh dunia, yaitu mazhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali. Seperti yang telah kita ketahui, 4 mazhab tersebut di gagas oleh 4 ulama besar pada masanya, yang sampai saat ini mazhab mazhab tersebut masih di pakai oleh umat muslim.

Tidak di pungkiri lagi, keempat imam tersebut memiliki kesempurnaan adab dalam menuntut ilmu yang patut kita contoh dalam era sekarang yang sudah mulai terkikis nilai nilai adabnya. Kita ambil contoh dari Imam Malik dan Imam Syafi’i, 2 imam mazhab tersebut merupakan guru dan murid yang memiliki adab yang luar biasa dalam menuntut ilmu, sehingga ilmu dari keduanya menjadi fatwa, solusi atas setiap permasalahan umat islam.

 

Meneladani Adab Imam Malik

Banyak yang bisa kita teladani dari beberapa Tokoh maupun Ulama atau siapapun yang mengunggulkan adab. Tentunya hal itu akan mendorong kita menjadi lebih baik dalam bersikap dan beradab.
Di ceritakan oleh murid Imam Malik dalam sebuah kisah, ketika Imam Malik berada di Madinah, beliau hanya berjalan kaki, tidak ingin mengendarai kuda maupun keledai karena khawatir bisa menginjak bekas pijakan Rasulullah dan para sahabat. Dan juga ketika Imam Malik hendak menyampaikan sebuah hadits Rasulullah, beliau selalu terlebih dahulu mengambil air wudhu dan bersolek, seperti yang di riwayatkan Ibnu Uwais berikut ini, “Apabila Imam Malik hendak menceritakan hadits, dia berwudhu, duduk di depan permadaninya, menyisir jenggotnya, dan duduk dengan tenang penuh wibawa.”
Selain itu, ada salah seorang murid Imam Malik bertanya, “Mengapa engkau selalu memulainya dengan wudhu sebelum mengajarkan hadits?”
Imam Malik menjawab, “Aku ingin hadits dari Rasulullah yang aku sampaikan dapat di pahami dengan baik.” 
Dalam kisah lain pernah ada suatu momen, ketika Imam Malik sedang membacakan sebuah hadits, di dapati wajah beliau pucat pasi, akan tetapi beliau tetap melanjutkan membacakan hadits tersebut hingga selesai. Kemudian setelah itu, barulah beliau memanggil muridnya untuk melihat punggungnya, yang ternyata di dapati seekor kalajengking yang telah menyengatnya berkali kali.
Tentunya beliau memiliki keputusan tersendiri dalam melakukan hal hal tersebut.
Imam Malik memang di kenal sangat memperhatikan adab para muridnya, terutama ketika beliau sedang membacakan hadits. Beliau tidak ingin ada satu pun muridnya yang tidak fokus dan bermain main saat hadits di bacakan.
Pada suatu waktu, ketika Imam Malik sedang membacakan hadits, di lihatnya Imam Syafi’i yang duduk di belakang sedang menuliskan sesuatu dengan jarinya di bagian atas luar telapak tangannya.
Ketika para murid Imam Malik lainnya sudah meninggalkan majelis, Imam Malik pun memanggil Imam Syafi’i dan menanyakan apa yang di lakukan Imam Syafi’i ketika Imam Malik sedang menyampaikan hadits. Imam Syafi’i spontan menjawab bahwa ia sedang mencatat hadits yang di bacakan Imam Malik dan berusaha menghafal apa yang ia catat di atas telapak tangannya. Imam Malik pun meminta Imam Syafi’i untuk mengulang kembali hadits yang telah di bacakan Imam Malik di majelisnya, dan sungguh di luar dugaan, Imam Syafi’i mampu membacakan hadits yang telah di sampaikan Imam Malik tanpa ada kesalahan sedikit pun. Setelah itu, Imam Malik meminta Imam Syafi’I untuk lebih mendekat kepadanya seraya berpesan, “Wahai Muhammad (Imam Syafi’i), bertaqwalah kepada Allah karena kamu akan menjadi orang besar.”

Meneladani Adab Imam Syafi’i

Imam Syafi’i di anugerahi Allah SWT memiliki kemampuan menghafal yang begitu mengagumkan, sehingga apapun kebaikan yang di dengar, bisa langsung di hafal olehnya. Rahasianya adalah karena beliau memiliki hati yang bersih, mata yang terjaga dari maksiat, dan telinga yang hanya mendengar kebaikan.

Imam Syafi’i merupakan sosok yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, di kisahkan bagaimana perjuangan Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu ketika di Mekah, berkeliling dari satu ulama ke ulama lainnya. Bahkan, ketika para ulama itu bilang bahwa ilmunya sudah habis semua, mereka mengusulkan kepada Imam Syafi’i untuk pergi ke Madinah bertemu dengan bapak para imam mazhab, yaitu Imam Malik bin Anas.
Ketika sudah sampai di Madinah, Imam Syafi’i akhirnya bertemu dengan Imam Malik. Ternyata Imam Malik tidak sembarangan menerima murid, kemudian beliau bertanya kepada Imam Syafi’i tentang keseriusan belajar, dan membaca kitabnya. Dan yang membuat Imam Malik terkejut adalah ternyata Imam Syafi’i telah hafal kitabnya yang berjudul Al- Muwaththa, yang mampu di hafal Imam Syafi’i hanya dalam waktu seminggu dalam perjalanannya dari Mekah ke Madinah, padahal isi kitabnya melebihi Al Qur’an yang berisi kurang lebih 5000 hadits.

Kemudian Imam Malik berwasiat kepada Imam Syafi’i, “Bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan ajarkan ilmu kepada kamu.”

Dan wasiat selanjutnya, “Wahai Muhammad (Imam Syafi’i), jadikan ilmumu seperti garam dan jadikan akhlak dan adabmu seperti tepung.” Maksudnya adalah mencari ilmu secukupnya saja, lalu perbanyak mempelajari adab dan akhlak.

Dalam syairnya, Imam Syafi’I menyampaikan tentang adab menuntut ilmu, yang berbunyi, “Calon ahli ilmu tidak akan tinggal diam. Ia tempuh perjalanan jauh dari rumahnya untuk menuntut ilmu. Ia akan dapatkan ilmu yang membuatnya mulia dan tinggi derajatnya di sisi Rabb- Nya, ia akan mendapatkan pengganti asiknya mainan.”

Ketekunan dan perjalanan panjang Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu tidak menjadikannya tinggi hati, bahkan beliau sangat menjunjung tinggi adab dan akhlak. Begitu pun, ketika Imam Syafi’i bertemu dengan gurunya yang sangat di hormati dan di muliakannya. 

Dikisahkan, suatu hari Imam Syafi’i bertemu dengan gurunya, beliau mencium tangan dan memeluk erat gurunya yang sudah tua tersebut, yang membuat orang lain keheranan dengan sikap Imam Syafi’i tersebut. Lalu orang itu bertanya kepada Imam Syafi’i, “Mengapa engkau melakukan hal itu kepada laki laki yang sudah tua tersebut? Apakah engkau juga mengenalnya?”

Imam Syafi’i menjawab, “Ia adalah guruku, ia harus aku muliakan karena aku pernah bertanya padanya mengenai bagaimana cara mengetahui bahwa seekor anjing itu sudah dewasa? Lalu dia menjawab pertanyaanku, kita bisa melihat anjing sudah dewasa, ketika kencing, anjing tersebut mengangkat sebelah kakinya.” 

Dari sikap keteladanan Imam Syafi’i tersebut kita bisa mengambil pelajaran bahwa ketika kita memuliakan guru atau seseorang yang telah memberikan kita ilmu, maka kita akan mudah paham dengan ilmu yang kita peroleh dari orang tersebut.

Ada beberapa pesan Imam Syafi’i berbunyi antara lain:

“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru, sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.”

“Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”

“Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya, maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.”

“Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa, bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.”

Contih Contoh Adab yang sebaiknya kita Lakukan:

Sebaiknya Marikah kita mulai menanamkan dan menumbuhkan adab dan etika. Hal hal yang bisa kita lakukan contohnya antara lain:

Ketika berjumpa dengan orang lain ucapkanlah salam
Berusaha selalu menghormati orang yang lebih tua
Apabila lewat di depan orang banyak hendaklah permisi.
Semakin baik perilaku kita, maka orang lain akan menilai jauh lebih baik.
Bersikap baik dan Selalu Menghormati Orang Lain

Ada contoh lain Salah satu ulama Al Habib Lutfi pernah mengatakan, bahwa beliau ketika hendak makan saja selalu berpakaian rapi, wangi, dan bersih. Menurut beliau itu salah satu adab terhadap makanan, kepada Allah yang memberikan rezeki. Betapa pentingnya adab sebagai penghias ilmu yang kita miliki.

Itulah pembahasan lengkap kita mengenai Alasan Kenapa Adab Lebih Tinggi Dibandingkan Ilmu. Tentunya pengetahuan ini harus kita pahami lebih dulu untuk menjadikan diri kita orang yang mengedepankan adab terlebih dahulu di bandingkan ilmu. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda pembaca. Sampai jumpa di artikel berikutnya!

Tinggalkan Balasan